
Tvonline.id – Suara Rakyat AS di Timur Tengah kembali memanas, kali ini melibatkan dua kekuatan regional yang memiliki sejarah panjang perseteruan: Iran dan Israel. Di tengah meningkatnya eskalasi militer dan ketegangan diplomatik, perhatian dunia tertuju pada Amerika Serikat negara yang selama puluhan tahun menjadi pemain utama dalam geopolitik kawasan. Namun, sebuah dinamika menarik muncul di dalam negeri: mayoritas warga Amerika justru menyuarakan penolakan terhadap keterlibatan negara mereka dalam konflik tersebut.
Suara Rakyat AS Survei nasional dan berbagai opini publik menunjukkan bahwa warga AS, dari berbagai latar belakang politik maupun demografis, cenderung menolak partisipasi militer Amerika dalam konflik antara Iran dan Israel. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Joe Biden yang berusaha menjaga keseimbangan antara aliansi strategis dengan Israel dan tuntutan konstituennya yang lelah dengan intervensi luar negeri.
Ketegangan Iran-Israel dan Peran Tradisional Amerika
Suara Rakyat AS revolusi Iran tahun 1979, hubungan antara Iran dan Israel tidak pernah berada dalam kondisi baik. Konflik ini bersifat ideologis, politik, bahkan militer. Dalam beberapa dekade terakhir, Iran dituduh mendukung berbagai kelompok militan anti-Israel di Lebanon, Suriah, dan Palestina. Sementara itu, Israel secara terbuka melancarkan berbagai serangan terhadap target-target yang terkait dengan milisi pro-Iran, terutama di Suriah.

Amerika Serikat secara historis berada di pihak Israel, memberikan dukungan militer, intelijen, dan diplomatik yang sangat kuat. Dalam konteks geopolitik, Israel dianggap sebagai mitra penting AS di Timur Tengah, sebagai penyeimbang terhadap pengaruh Iran, Rusia, dan kini bahkan Tiongkok.
Namun, keterlibatan aktif Amerika dalam konflik bersenjata di kawasan tersebut seperti di Irak, Afghanistan, hingga Libya membuat publik Amerika mulai mempertanyakan manfaat strategis dan biaya sosial dari kebijakan luar negeri yang agresif.
Hasil Survei: Penolakan Mayoritas terhadap Intervensi
Survei terbaru yang dirilis oleh Pew Research Center pada bulan ini mengungkapkan bahwa lebih dari 68% warga Amerika tidak setuju jika AS mengirimkan pasukan atau terlibat secara langsung dalam konflik Iran-Israel. Hanya sekitar 19% yang mendukung intervensi terbatas seperti pengiriman senjata atau bantuan intelijen. Sementara 13% sisanya belum menentukan sikap.
Hasil ini konsisten dengan tren jangka panjang yang menunjukkan keengganan warga AS terhadap keterlibatan militer luar negeri, terlebih setelah pengalaman pahit di Irak dan Afghanistan yang menelan biaya lebih dari USD 6 triliun dan ribuan korban jiwa.
Alasan Publik Menolak Keterlibatan

1. Trauma Perang Panjang dan Biaya Sosial
Warga,Suara Rakyat AS masih menyimpan luka kolektif dari perang di Irak dan Afghanistan. Tidak hanya dari segi korban jiwa, tetapi juga dampaknya terhadap anggaran negara, veteran yang kembali dengan gangguan mental, dan melemahnya kepercayaan publik terhadap narasi keamanan nasional.
2. Prioritas Domestik
Suara Rakyat AS Krisis ekonomi pasca-pandemi, lonjakan harga energi, masalah kesehatan mental, dan kekhawatiran terhadap pendidikan membuat banyak warga merasa bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus menyelesaikan isu-isu dalam negeri.
3. Ketakutan Terhadap Eskalasi Global
Suara Rakyat AS Keterlibatan dalam konflik dengan Iran bisa memicu reaksi berantai yang membahayakan stabilitas global. Banyak warga khawatir bahwa AS bisa menjadi target serangan siber, sabotase infrastruktur, atau bahkan aksi terorisme domestik.
4. Isu Politik dan Polarisasi
Suara Rakyat AS Dalam iklim politik yang sangat terpolarisasi, setiap kebijakan luar negeri menjadi bahan perdebatan. Kelompok progresif menolak intervensi militer karena alasan moral dan kemanusiaan, sementara kubu konservatif cenderung lebih pragmatis dan mendorong prioritas nasionalisme ekonomi.
Dilema Gedung Putih
Pemerintahan Biden menghadapi dilema besar. Di satu sisi, Suara Rakyat AS memiliki kewajiban moral dan strategis terhadap Israel. Di sisi lain, tekanan publik dan ketidakpastian hasil dari keterlibatan tersebut membuat pengambilan keputusan menjadi sangat sensitif.

Dalam beberapa pernyataan, Gedung Putih menekankan pentingnya diplomasi dan upaya multilateral. Biden sendiri, dalam pidatonya di Capitol Hill, menyatakan bahwa “Amerika akan selalu berdiri bersama sekutunya, namun kita juga akan bijak dalam memilih kapan dan bagaimana bertindak.”
Tanggapan Dunia Internasional
Ketika Suara Rakyat AS cenderung mengambil posisi netral, berbagai negara lain menyoroti pentingnya deeskalasi. Uni Eropa menyerukan gencatan senjata, sementara negara-negara Arab seperti Qatar dan Arab Saudi menyuarakan keprihatinan terhadap memburuknya situasi kemanusiaan di kawasan.
Tiongkok dan Rusia—dua kekuatan besar yang selama ini bertentangan dengan kebijakan luar negeri AS—memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan pengaruhnya di Timur Tengah melalui jalur diplomatik dan ekonomi.
Respons Media dan Lembaga Swadaya Masyarakat
Berbagai organisasi hak asasi manusia dan think-tank di Amerika juga ikut bersuara. Lembaga seperti Brookings Institution dan Council on Foreign Relations menyarankan agar AS lebih berperan sebagai mediator damai dibanding menjadi pelaku militer.
Media mainstream seperti The Washington Post dan The New York Times juga banyak menerbitkan editorial yang mendesak pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat dan mengambil langkah diplomasi sebagai solusi utama.
Apa Dampaknya Jika AS Terlibat?
Apabila Amerika tetap memilih terlibat secara militer dalam konflik ini, berbagai dampak serius diprediksi Suara Rakyat AS akan muncul:
- Harga minyak dunia melonjak drastis, mengingat Iran adalah salah satu produsen minyak utama dunia.
- Instabilitas pasar saham dan mata uang, karena investor global menghindari risiko geopolitik.
- Meningkatnya ancaman terorisme di dalam negeri, terutama dari kelompok ekstremis yang memusuhi Amerika.
- Penurunan citra internasional, karena AS akan kembali dianggap sebagai pemicu konflik global.
- Memburuknya hubungan dengan negara-negara netral, termasuk negara Muslim moderat dan mitra dagang penting.
Saatnya Dengarkan Suara Rakyat
Kondisi saat ini menjadi pengingat penting bagi para pengambil kebijakan di Washington bahwa opini publik tak bisa diabaikan. Mayoritas warga Amerika sudah menunjukkan sikap yang jelas: mereka tidak ingin terlibat dalam perang yang bukan prioritas nasional.
Pemerintah, dalam hal ini, dituntut untuk mengedepankan diplomasi, membangun koalisi internasional untuk perdamaian, serta fokus pada penanganan masalah dalam negeri yang semakin kompleks. Dalam era global yang penuh gejolak ini, kebijakan luar negeri bukan hanya tentang kekuatan, tetapi juga tentang kebijaksanaan.