
Empat Pulau Tanpa Penghuni, Konflik Tanpa Batas
Tvonline.id – Empat Pulau Aceh ini bukanlah pulau besar atau berpenghuni, namun menjadi pemicu sengketa serius antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Keempat pulau tersebut adalah:
- Pulau Aceh Mangkir Gadang (Mangkir Besar)
- Pulau Aceh Mangkir Ketek (Mangkir Kecil)
- Pulau Aceh Panjang (sekitar 47,8 ha)
- Pulau Aceh Lipan (pulau sementara yang kadang muncul tenggelam)
Meski dekat—hanya 1–2 km—dengan Tapanuli Tengah (Sumut), pulau-pulau ini secara historis masuk dalam wilayah Aceh Singkil, yang berjarak sekitar 30 km dari pulau-pulau tersebut.
Nelayan dari dua wilayah sering menggunakan pulau sebagai tempat berlindung saat badai dan lokasi penangkapan ikan.
Jejak Sejarah: Legitimasi Aceh atas Pulau-pulau itu

Pembentukan Provinsi Aceh (1956)
Saat Pulau Aceh resmi dilepaskan dari Sumut di tahun 1956, peta provinsi memasukkan keempat pulau sebagai bagian dari Aceh Singkil. Dokumen ini menjadi dasar klaim administratif dan legal Aceh.
Fasilitas Formal (1965–1978)
Pulau Aceh Panjang sempat memiliki fasilitas seperti dermaga, musala, dan makam, serta sertifikat tanah—tanda kehadiran fisik Aceh di sana. Peta TNI AD era 1978 pun mencantumkan pulau tersebut di wilayah Aceh.
Kesepakatan Tata Batas Dua Provinsi
Kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumut tahun 1992 menetapkan batas wilayah kedua provinsi dan menyertakan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Aceh. Setelah perdamaian, pakta Helsinki 2005 menegaskan sekali lagi penggunaan peta 1956 sebagai pijakan resmi.
Kesalahan Administratif Pemicu Sengketa (2008–2009)

Kemendagri melakukan verifikasi data pulau pada 2008. Namun kesalahan input koordinat menyebabkan empat pulau tersebut terdaftar dalam data Sumut pada 2009.
Pulau Aceh sejak 2017 meminta revisi data ini, tetapi tidak diakomodasi hingga akhirnya pada 2020, peta Kemendagri kembali menempatkan pulau itu di Sumut berdasarkan data salah input tadi.
Puncak Ketegangan—SK Mendagri April 2025
Pada 25 April 2025, Kemendagri resmi mengeluarkan SK yang menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumut).
Pulau Aceh menolak keras. Gubernur Muzakkir Manaf serta anggota legislatif Aceh menegaskan bukti historis, sertifikat, dan perjanjian sebelumnya sebagai dasar klaim kuat mereka. Mereka menolak opsi pengelolaan bersama karena menganggap itu melemahkan otoritas dan legitimasi Aceh.
Sementara itu, Pemerintah Sumut, lewat Gubernur Bobby Nasution, menyebut bahwa penetapan itu sah berdasarkan sistem administratif nasional, dan meminta Aceh untuk menempuh jalur hukum jika keberatan.
Dimensi Strategis & Dampak Sosial

- Potensi Ekonomi
Perairan sekitar pulau memiliki potensi minyak, gas, dan hasil tangkap laut. Kepemilikan pulau berarti kontrol atas zona ekonomi eksklusif sekitar wilayah tersebut. - Nilai Budaya dan Sosial
Pulau Panjang memiliki fasilitas religi dan makam tua, yang menjadi bagian dari warisan sejarah masyarakat Aceh. - Konflik Lokal
Ketika nelayan Aceh ditolak di perairan pulau-pulau tersebut, potensi konflik horizontal antara komunitas pesisir semakin tinggi. - Validitas Batas Wilayah
Sengketa ini menjadi ujian bagi sistem pemetaan nasional. Ketepatan data spasial sangat krusial dalam penegakan kedaulatan administratif.
Presiden Ambil Alih Pengambilan Keputusan
Presiden Prabowo Subianto telah mengambil alih masalah ini dari Kemendagri. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan bahwa keputusan final akan diambil pekan depan. PKB (MPR) turut mendesak agar keputusan presiden segera ditetapkan sehingga tidak meruncingkan konflik dan perpecahan.
Suara Para Tokoh Nasional
- Yusril Ihza Mahendra (Menko Hukum & HAM) menegaskan bahwa keputusan tidak boleh hanya berdasarkan jarak geografis, tetapi juga mempertimbangkan sejarah dan budaya lokal – meminta semua pihak bersabar selama proses kajian.
- Wapres Jusuf Kalla mengingatkan bahwa perjanjian Helsinki dan Undang-undang otonomi Aceh menegaskan pulau-pulau tersebut adalah bagian tak terpisahkan dari Aceh.
- Ketua DPRD Aceh & Anggota DPR RI dari Aceh sepakat untuk menuntut pembatalan SK Mendagri dan mengajukan banding jika perlu melalui jalur hukum.
Tantangan Penyelesaian Masalah
- Potensi Gesekan Nelayan
Tanpa kejelasan status, konflik di lapangan bisa meningkat saat nelayan menyeberang wilayah perairan yang disengketakan. - Investor Menahan Diri
Ketidakpastian hukum membuat investor sektor pariwisata dan energi enggan berinvestasi di daerah tersebut. - Sensitivitas Konflik Lokal
Aceh pernah mengalami konflik berkepanjangan. Isu pulau ini sangat sensitif karena menyentuh simbol histori dan harga diri daerah.
Jalur Penyelesaian yang Diharapkan
- Tim Mediasi Terpadu
Bentuk tim dari Kemendagri, BIG, TNI, akademisi, tokoh adat, dan pemerintah daerah. - Audit Data dan Validasi Historis
Sinkronisasi peta dan koordinat, ditopang bukti fisik (sertifikat, dermaga, makam) dan kesepakatan sebelumnya. - Dialog Terbuka Berdasarkan Hukum dan Kultural
Proses harus inklusif dan memperhatikan akal sehat serta legitimasi historis.
Sengketa Pulau: Ujian Kebangkitan Daerah dan Negara
Persoalan empat pulau adalah ujian berlapis: bagi pemerintah pusat dalam menyatukan data dan kebijakan; bagi Aceh dan Sumut dalam menjalin dialog bermartabat; dan bagi publik untuk menjaga nilai persatuan di tengah potensi konflik horizontal. Sebagai pembuat berita dan penghubung informasi, saya mengajak semua elemen masyarakat untuk mengawal proses ini agar selaras dengan prinsip keadilan, ketertiban administratif, dan menghormati dimensi historis bangsa Indonesia.