
Tvonline.id – Sebagai jurnalis yang aktif di bidang Kilas Kesehatan dan edukasi publik, saya sering menerima pertanyaan dari orang tua muda seperti,
“Kenapa anak saya tiba-tiba bengkak dan buang air kecilnya berkurang?”
Setelah berdiskusi dengan beberapa dokter spesialis anak, satu kondisi yang sering kali menjadi penyebab dari gejala seperti ini adalah Sindrom Nefrotik.
Meski terdengar teknis dan asing, sindrom nefrotik pada anak adalah gangguan ginjal serius yang tidak boleh diremehkan. Ironisnya, banyak orang tua belum paham betapa rentannya anak usia 1–7 tahun terhadap penyakit ini. Dalam artikel ini, saya akan membahas dengan bahasa sederhana namun tetap akurat, lengkap dengan data dan insight dari para ahli.
Apa Itu Sindrom Nefrotik?
Sindrom nefrotik adalah kondisi medis yang ditandai dengan hilangnya protein dalam jumlah besar melalui urin (proteinuria) akibat kerusakan pada glomerulus, yaitu bagian dari ginjal yang berfungsi menyaring limbah dari darah.
Ketika fungsi glomerulus terganggu, protein albumin ikut bocor ke urin, menyebabkan kadar protein dalam darah turun drastis. Akibatnya, cairan dari pembuluh darah akan masuk ke jaringan tubuh, menimbulkan pembengkakan (edema).
Mengapa Anak Usia 1–7 Tahun yang Paling Rentan?
Menurut data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan sejumlah studi di jurnal nefrologi anak, sebanyak 80–90% kasus sindrom nefrotik primer terjadi pada anak usia 1–7 tahun. Ini bukan kebetulan.

Alasannya antara lain:
- Sistem imun ginjal anak belum sepenuhnya matang, sehingga lebih mudah mengalami reaksi abnormal terhadap infeksi atau faktor lain.
- Anak usia dini lebih sering terpapar infeksi saluran pernapasan atau virus lainnya, yang kadang memicu gangguan ginjal.
- Pada kelompok usia ini, Minimally Change Disease (MCD) adalah bentuk sindrom nefrotik paling umum — dan hanya bisa didiagnosis secara mikroskopis.
Gejala Sindrom Nefrotik pada Anak
Orang tua harus waspada jika anak menunjukkan beberapa gejala berikut:
- Bengkak (edema) – terutama di sekitar mata (terutama pagi hari), pergelangan kaki, perut, dan wajah.
- Penurunan frekuensi buang air kecil, atau urin tampak berbusa.
- Kenaikan berat badan secara tiba-tiba, bukan karena pola makan, tapi karena penumpukan cairan.
- Mudah lelah dan tampak pucat.
- Nafsu makan menurun dan sering merasa tidak nyaman di perut.
- Kadang disertai infeksi atau demam ringan.
Gejala awal sering kali tidak dikenali karena tampak seperti flu ringan atau bengkak akibat alergi. Ini yang membuat diagnosis sering terlambat.
Penyebab Sindrom Nefrotik
Pada anak-anak, sebagian besar sindrom nefrotik bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebab pastinya. Namun beberapa pemicu potensial meliputi:
- Infeksi virus atau bakteri seperti hepatitis, HIV, atau malaria.
- Reaksi autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat ginjal.
- Efek samping obat, seperti antibiotik tertentu, obat antiinflamasi, atau toksin.
- Kelainan genetik, meskipun lebih jarang.
Dalam banyak kasus, Minimally Change Disease (MCD) menjadi penyebab sindrom nefrotik pada anak-anak. Sesuai namanya, kerusakan ginjal ini hanya terlihat di bawah mikroskop elektron dan tidak menimbulkan perubahan signifikan pada hasil biopsi biasa.
Diagnosis dan Pemeriksaan

Jika dokter mencurigai adanya sindrom nefrotik, beberapa tes yang umumnya dilakukan meliputi:
- Tes urin lengkap: untuk melihat kandungan protein dan tanda-tanda infeksi.
- Tes darah: untuk mengecek kadar albumin, kolesterol, dan fungsi ginjal.
- Ultrasonografi (USG) ginjal.
- Biopsi ginjal (dalam kasus tertentu).
Biasanya, diagnosis ditegakkan dari kombinasi proteinuria tinggi, hipoalbuminemia, dan edema, tanpa perlu langsung melakukan biopsi.
Penanganan: Bisa Sembuh, Tapi Perlu Disiplin
Kabar baiknya, sindrom nefrotik pada anak sering kali responsif terhadap pengobatan, terutama jika termasuk dalam kategori steroid-sensitive nephrotic syndrome (SSNS).
Pengobatan standar meliputi:
- Prednison (steroid) untuk mengurangi peradangan dan menghentikan kebocoran protein.
- Obat diuretik untuk mengurangi bengkak.
- Diet rendah garam dan cukup protein.
- Suplementasi vitamin D dan kalsium, jika terapi steroid berlangsung lama.
Namun perlu dicatat bahwa relaps (kambuh) bisa terjadi kapan saja — terutama saat anak mengalami infeksi ringan seperti flu.
Karena itu, edukasi ke orang tua sangat penting agar bisa mengenali tanda awal kambuh dan segera membawa anak ke dokter.
Komplikasi Jika Tidak Ditangani

Jika tidak ditangani dengan baik, sindrom nefrotik bisa menimbulkan komplikasi serius, antara lain:
- Gagal ginjal akut atau kronis
- Infeksi berat (karena sistem imun menurun)
- Trombosis pembuluh darah
- Malnutrisi dan pertumbuhan terhambat
Karenanya, pemantauan jangka panjang oleh dokter spesialis anak atau nefrologi anak sangat disarankan, bahkan setelah gejala mereda.
Hidup dengan Sindrom Nefrotik: Peran Orang Tua Sangat Krusial
Sebagai orang tua, dukungan emosional dan kedisiplinan dalam mengikuti pengobatan menjadi faktor penentu dalam keberhasilan terapi. Beberapa hal yang bisa dilakukan:
- Pantau berat badan dan bengkak setiap hari
- Cek urin anak secara rutin di rumah dengan dipstick protein
- Batasi konsumsi makanan asin atau cepat saji
- Pastikan anak cukup istirahat dan cairan
Sebagian besar anak bisa hidup normal dan tumbuh sehat jika pengobatan dijalani dengan disiplin dan relaps terdeteksi sejak dini.
Waspadai, Tapi Jangan Panik
Sindrom nefrotik pada anak bukan penyakit langka, tapi sering terlambat didiagnosis karena gejalanya mirip penyakit ringan biasa. Kenali gejala khas seperti bengkak di wajah, penurunan urin, dan mudah lelah — terutama jika anak berada dalam rentang usia 1–7 tahun, yang merupakan usia paling rentan terkena penyakit ini.
Sebagai bagian dari #KilasKesehatan, saya percaya bahwa informasi yang tepat bisa menyelamatkan lebih banyak anak dari risiko komplikasi jangka panjang. Jangan ragu untuk konsultasikan gejala awal ke dokter, dan tetap pantau kesehatan buah hati secara rutin.