
Tvonline.id – Vladimir Putin, kembali menegaskan dukungan penuh Rusia terhadap pengembangan program energi nuklir damai Iran. Pernyataan tersebut disampaikan dalam forum ekonomi bergengsi St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF), di tengah ketegangan memanas antara Iran dan Israel, serta meningkatnya kekhawatiran global terhadap potensi eskalasi militer.
Kiprah Rusia di Tengah Krisis Nuklir Iran
Dalam konferensi pers pada SPIEF, Vladimir Putin menyebut bahwa Iran memiliki hak sah untuk mengembangkan teknologi nuklir sipil sesuai dengan ketentuan Traktat Non‑Proliferasi Nuklir (NPT). Namun, pengembangan ini harus dilakukan dengan transparansi penuh di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) .

Ia menegaskan bahwa Vladimir Putin Rusia tidak hanya akan memberikan persetujuan politik, tetapi juga dukungan teknis kuat: dari pembangunan reaktor, pengadaan bahan bakar yang disesuaikan, hingga fasilitas penanganan uranium . Hal ini mencerminkan kematangan pendekatan Moskow yang menyandingkan kemitraan teknologi dengan konsensus diplomatik.
Bushehr, Pilar Kerja Sama Nuklir Sipil
Bushehr adalah fasilitas nuklir sipil pertama Iran yang dibangun bersama Rusia sejak era Soviet. Proyek ini dimulai pada 1995, mengalami jeda panjang, dan akhirnya beroperasi secara komersial sejak 2011 .
Kini, Rosatom—badan pengendali nuklir Rusia—telah menandatangani kontrak untuk membangun dua unit reaktor tambahan Bushehr II dan III. Lebih dari 200 teknisi Rusia turut terlibat dalam proyek ini . Reaktor ini diharapkan menambah kapasitas nuklir sipil Iran serta memperdalam skema pengawasan IAEA.
Penyimpanan Uranium: Solusi Teknis dari Moskow
Menanggapi kekhawatiran Vladimir Putin atau Barat tentang potensi militerisasi program Iran, Rusia menawarkan solusi teknis konkret: menyimpan dan mengolah uranium yang telah diperkaya di fasilitas Rusia .
Langkah ini dirancang agar Tehran dapat melanjutkan penelitian nuklir sipil, sementara kekhawatiran negara lain tentang akumulasi bahan nuklir tinggi tetap mereda. Kremlin menegaskan bahwa skema ini masih membuka jalur diplomasi dan pengawasan IAEA.
Peran Mediasi Rusia: Lebih dari Sekadar Teknologi
Vladimir Putin tampil sebagai penengah ketika konflik antara Iran dan Israel semakin memanas. Dia menyampaikan kesiapan Rusia untuk memediasi penyelesaian yang memungkinkan Iran mengembangkan nuklir damai sekaligus menjamin keamanan Israel.

Meski proposal ini sempat dipertanyakan oleh pihak tertentu, Vladimir Putin meyakini bahwa jalur diplomasi lebih rasional ketimbang konfrontasi militer. Dukungan diplomatik ini didukung oleh komunikasi langsung dengan pemimpin AS dan Israel .
Reaksi Dunia Internasional: Campuran Apreasiasi dan Was‑was
Posisi Rusia memperoleh tanggapan beragam. Vladimir Putin ,Uni Eropa menyambut baik solusi teknis dan diplomatik, sementara Amerika Serikat dan Israel menyatakan kekhawatiran: kerja sama yang terlalu intens dapat membuka jalur bagi program militer Iran .
Bahkan, reaksi dari Washington menyoroti bahwa konflik Iran–Israel bisa berdampak luas, termasuk mengalihkan fokus AS dari perangnya melawan Ukraina .
Dampak Global dan Regional
Beberapa dampak strategis dari kebijakan Rusia ( Vladimir Putin ) ini antara lain:

- Penguatan diplomasi nuklir: Menekankan solusi multilateral lewat IAEA daripada tekanan satu pihak.
- Stabilitas energi global: Program nuklir damai membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
- Reposisi wilayah kekuatan: Rusia tampil sebagai mitra utama Iran, mendiversifikasi hubungan geopolitik di kawasan.
Namun risiko tetap ada. Salah satunya adalah potensi eskalasi konflik regional yang memicu gangguan pasokan minyak dunia .
Tantangan Keamanan dan Transparansi
Kepatuhan Iran terhadap IAEA menjadi penentu utama dalam menjaga jalur nuklir civil tetap aman. Para ahli menyatakan bahwa keterlibatan Rusia dapat memperkuat mekanisme pengawasan, tetapi skandal masa lalu mempertegas pentingnya transparansi penuh pihak Iran .
Simultan, posisi agresif negara-negara Barat dalam menanggapi potensi militerisasi masih menjadi bayangan gelap bagi niat baik diplomatik ini.
Reformulasi Keseimbangan Kekuasaan: Menuju Dunia Multipolar
Inisiatif Rusia ini mencerminkan pergeseran kekuatan global. Rusia bersama Iran, China, dan kekuatan non‑Barat lain mulai membentuk jalur baru interaksi diplomatik dan ekonomi – sering disebut sebagai poros multipolar .
Kemitraan ini kian kuat dalam menghadapi sanksi barat, memperluas jalur perdagangan, dan memperkuat diplomasi alternatif di Timur Tengah.
Jadwal dan Agenda Ke depan
Berikut beberapa peta jalan pengembangan nuklir damai Iran bersama Rusia:

- Tahun 2025–2026: Penyelesaian reaktor Bushehr II & III.
- 2025–2026: Penandatanganan kontrak tambahan untuk reaktor lanjutan serta pengoperasian fasilitas penyimpanan uranium.
- 2026–2030: Transfer teknologi nuklir untuk kepentingan energi dan riset, termasuk program medis dan pertanian.
- 2025: Kerangka pengawasan IAEA dijadwalkan ditingkatkan, dengan audit berkala.
Perspektif Indonesia dan Negara Berkembang
Bagi Indonesia, skema kerjasama nuklir damai Rusia–Iran memberikan contoh positif: negara berkembang bisa berdaulat untuk mengakses teknologi tinggi, asalkan tetap berada dalam koridor pemantauan internasional.
Saat ini, Indonesia sedang mengkajikan pembangunan PLTN modular di wilayah terpencil. Skema seperti yang ditawarkan Rusia bisa dipertimbangkan, dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan keamanan nuklir.
Nuklir Damai Iran: Jalan Tengah di Tengah Ketegangan Dunia?
Dukungan terbuka Rusia terhadap pengembangan nuklir damai Iran bukan sekadar aliansi strategis, tetapi mencerminkan visi dunia multipolar yang terus tumbuh. Bagi Vladimir Putin, diplomasi dan transfer teknologi menjadi alat utama untuk membuktikan bahwa nuklir tidak selalu identik dengan ancaman namun bisa menjadi sumber energi, inovasi, dan stabilitas jika dikawal dengan akuntabilitas global.
Ke depan, skema kerja sama ini bisa menjadi blueprint bagi negara-negara berkembang lain, termasuk Indonesia, untuk mengambil bagian dalam era baru energi bersih. Namun, transparansi Iran, pengawasan IAEA, dan kepercayaan komunitas internasional tetap menjadi syarat utama agar cita-cita ini tidak berubah arah menjadi konflik.
Apakah dunia siap membuka lembaran baru nuklir damai yang melibatkan Timur? Waktu yang akan menjawab.