
Tvonline.id – Di forum Global Civilizations Dialogue di Beijing, Kamis (10/7/2025), Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan, membuka pidatonya dengan membangkitkan kembali warisan diplomasi ayahandanya Ir. Soekarno. Ia menyorot pidato Soekarno di Sidang Umum PBB 1960, berjudul To Build the World Anew, yang kini telah diakui sebagai bagian dari Memory of the World oleh UNESCO.
Menurut Megawati, pidato ini bukan hanya saksi sejarah, tapi juga “mercusuar moral pascakolonialisme” yang menegaskan kembali nilai penting perdamaian, keadilan, dan peradaban manusia di atas kekuasaan dan senjata
Mengapa Pidato Soekarno Layak Jadi Memori Dunia?
1. Isi Visio n: Bangun Dunia Baru
Soekarno menyerukan agar dunia lama yang dibangun atas dasar kapitalisme eksploitasi, kolonialisme, dan imperialisme harus diganti dengan tatanan baru yang bernarah kemanusiaan dan peradaban .
2. Pancasila sebagai Etika Global
Megawati menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila—Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, Keadilan Sosial—bukan hanya milik Indonesia, tetapi bisa menjadi kerangka etik universal.
3. Momentum geopolitik: Gerakan Non-Blok
Pidato Soekarno tahun 1960 jadi manifesto moral bagi negara-negara Dunia Ketiga di tengah bipolarisasi perang dingin. Inilah suara negara berkembang yang berpengaruh di PBB.
Tanggapan & Dukungan Publik
Rekan-rekan masa lalu dan cendekiawan bereaksi positif terhadap pengakuan UNESCO ini. Antara lain:
- Prof. Asep Kambali (Guru Besar Sejarah UI): Langkah Megawati merawat jalur diplomasi Bung Karno memperkuat posisi Indonesia di panggung global.
- Dr. Hasan Wirajuda (Mantan Dubes RI untuk PBB): Pengakuan global ini menjadi rujukan moral dan ideologis dalam dunia diplomasi kontemporer.
(Untuk detail dikutip dari komentar Megawati di forum dan media, info tersedia di sumber Antara & TVRInews)
Mekanisme dan Tantangan Pengajuan ke UNESCO
Mengangkat pidato Bung Karno menjadi memori dunia bukan hal mudah. Beberapa proses yang dijalani meliputi:
- Verifikasi & pengurusan dokumen resmi
- Dukungan kelembagaan, seperti dari Kemenlu, ANRI, dan lembaga UNESCO
- Penilaian panel UNESCO melalui sidang Executive Board di Paris, Mei 2023
Menurut data, pidato ini berhasil terakreditasi ke dalam Tiga Tinta Emas Abad 20 bersama arsip KAA 1955 dan Gerakan Non-Blok 1961
Dampak Strategis & Diplomasi Budaya
1. Bukan Sekadar Dokumentasi, Tapi Diplomatic Legacy
Pengakuan UNESCO membuat pidato ini bukan hanya kebanggaan sejarah, tetapi juga arsip strategis bagi roadmap diplomasi modern. Anak bangsa makin memahami betapa kaya jiwa moral bangsa ini.
2. Diplomasi Peradaban di Era Multipolar
Di tengah konflik global, apa yang diusung Soekarno—nilai-nilai Pancasila—dapat menjadi alternatif etika global, dan Indonesia bisa menjadi mediator kultural.
3. Memperkuat Branding Global Indonesia
Usulan Megawati memperkokoh citra Indonesia sebagai negara yang aktif mempromosikan peaceful development dan just global order.
Reaksi Internasional & Forum Global
Megawati pun menyampaikan pidatonya di hadapan sekitar 600 perwakilan dari 144 negara, termasuk tokoh seperti mantan PM Jepang, Mesir, Belgia, Namibia, dan Nepal
Saat itu, ia juga menyampaikan pesan penting:
“Kita bisa memulai budaya baru: budaya perdamaian yang berakar pada keadaban, bukan kekuatan politik dan senjata.”
Simpulan & Arah Kebijakan ke Depan
Pengangkatan pidato To Build the World Anew oleh Megawati tidak hanya menjadi momentum nostalgia, tetapi juga pemantik moral diplomasi Indonesia:
- Memberi landasan nilai yang diperbarui untuk menghadapi tantangan global
- Menegaskan kembali peran Indonesia sebagai negara merdeka aktif
- Menumbuhkan kebanggaan generasi muda terhadap diplomasi moral bangsa
Siapa Sosok Megawati Soekarnoputri?

Megawati Soekarnoputri bukan sekadar putri dari proklamator Indonesia, Ir. Soekarno. Ia adalah tokoh sentral dalam sejarah politik Indonesia modern dan salah satu perempuan paling berpengaruh dalam dunia politik Asia Tenggara.
Lahir pada 23 Januari 1947 di Yogyakarta, Megawati tumbuh di tengah dinamika politik nasional sejak kecil. Ia menyaksikan langsung bagaimana ayahandanya, Bung Karno, memimpin Indonesia di masa transisi pascakemerdekaan. Ketika Soekarno jatuh dari kekuasaan pada 1967, kehidupan politik keluarganya sempat terhenti — namun tidak untuk selamanya.
Megawati bangkit kembali di akhir dekade 1980-an saat ia mulai aktif di Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan kemudian menjadi simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Pada tahun 1993, ia secara demokratis terpilih sebagai Ketua Umum PDI, namun pemerintah saat itu mencoba melengserkannya secara paksa, memicu insiden 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai “Kudatuli”.
Setelah reformasi 1998, Megawati mendirikan PDI Perjuangan (PDIP) dan menjadi Wakil Presiden RI (1999–2001) serta Presiden ke-5 Republik Indonesia (2001–2004) — sekaligus menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai Presiden Indonesia.
Kini, sebagai Ketua Umum PDIP selama lebih dari dua dekade, Megawati dikenal luas sebagai penjaga ideologi Bung Karno dan tokoh nasional yang aktif mengangkat warisan sejarah Indonesia ke panggung internasional. Kiprahnya di ranah politik internasional juga diakui, termasuk melalui keterlibatannya dalam forum-forum perdamaian, budaya, dan keberlanjutan global.
Antara Memori Sejarah dan Masa Depan Indonesia
Langkah Megawati mengangkat pidato Bung Karno ke dalam Memori Dunia UNESCO adalah bukti bahwa politik bukan hanya soal kekuasaan, tapi juga soal peradaban dan keberlanjutan nilai.
Sebagai putri dari sang proklamator, dan sekaligus pemimpin politik dengan pengalaman penuh di dalam dan luar negeri, Megawati mewakili generasi yang menjembatani masa lalu dan masa depan, dengan satu pesan: bahwa suara Indonesia, jika disuarakan dengan nilai dan keyakinan, tetap relevan dan dibutuhkan dunia.