Tvonline.id – Malam itu, The Panturas naik ke panggung Allo Festival panggung yang kini hanya tinggal kenangan. Di tengah cahaya temaram dan dentuman nostalgia, mereka mempersembahkan sebuah lagu untuk sosok yang tak kalah legendaris: Gustiwiw.
Kenangan Terakhir di Panggung Allo Festival
Festival yang Hilang Tapi Tak Pernah Mati
Allo Festival pernah menjadi salah satu festival musik paling ditunggu-tunggu di Indonesia. Dengan panggung yang megah, lineup yang segar, dan komunitas yang solid, festival ini menjadi titik temu para musisi alternatif dan penggemar setia. Namun, setelah beberapa tahun tak digelar, banyak yang menganggap Allo Festival sudah “tidak ada” setidaknya secara fisik.
Namun, nyatanya, semangatnya belum benar-benar padam. Salah satu bukti paling nyata adalah penampilan The Panturas yang menghidupkan kembali memori panggung tersebut dalam bentuk mini konser tribute di Bandung. Dan di sanalah, momen emosional itu terjadi.
Bukan Sekadar Penampilan, Tapi Penghormatan
Konser bertajuk “Panturas: Allo yang Abadi” digelar di sebuah venue alternatif di kota Bandung. Tanpa panggung besar, tanpa booth sponsor, tanpa tata cahaya berlebihan. Hanya The Panturas, ratusan penggemar, dan semangat yang tak pernah benar-benar hilang.
Band asal Jatinangor itu tampil dengan setlist yang sangat personal. Salah satu lagu paling menyentuh malam itu adalah ketika mereka mempersembahkan lagu khusus untuk seorang fans lama: Gustiwiw yang juga sudah tak ada.
Siapa Gustiwiw dalam Dunia The Panturas?
Sosok yang Menjadi Inspirasi di Balik Layar
Nama Gustiwiw mungkin tidak dikenal media massa, tapi di komunitas Barisan Laut Panturas, ia dikenal sebagai salah satu fans paling loyal dan vokal. Ia adalah yang pertama mengarsipkan seluruh rilisan awal The Panturas secara digital. Ia pula yang membuat forum komunitas kecil yang kemudian berkembang menjadi fanbase resmi.
Bukan hanya penggemar, Gustiwiw adalah memori hidup tentang masa-masa awal The Panturas. Saat band ini belum dikenal luas, dia sudah percaya. Saat lagu mereka hanya beredar di lingkaran mahasiswa, Gustiwiw sudah menjadikannya soundtrack hidup.
Lagu yang Didedikasikan: “Gustiwiw, Kami Belum Selesai”
Lagu tersebut bukan rilisan resmi. Tapi malam itu, Kuya, sang vokalis, memperkenalkan lagu pendek berdurasi tiga menit yang belum pernah mereka bawakan di mana pun.
“Kami tulis ini malam-malam waktu dengar kabar kamu pergi. Lagu ini belum selesai, kayak hidup lo yang belum selesai di mata kita semua,” ujar Kuya.
Melodinya sederhana. Liriknya tidak berima sempurna. Tapi setiap bait terasa jujur dan menggugah. Suasana ruangan mendadak hening, hanya suara gitar pelan dan vokal Kuya yang mengalun menyebut nama Gustiwiw, yang kini telah tiada.
The Panturas dan Peran Mereka dalam Merawat Kenangan
Musik Bukan Sekadar Hiburan, Tapi Warisan Emosional
Bagi The Panturas, musik adalah alat dokumentasi. Setiap lagu mereka merekam fase hidup, relasi sosial, dan momen kecil yang kadang luput dari narasi besar media. Ketika mereka menyanyikan lagu untuk Gustiwiw di panggung Allo Festival yang sudah tak ada, mereka seolah menunjukkan: meski tempat fisik hilang, semangat tak pernah mati.
Itu juga alasan mengapa penampilan mereka begitu kuat malam itu. Karena apa yang mereka mainkan bukan sekadar lagu — tapi ingatan, rasa kehilangan, dan penghormatan.
Allo Festival Tinggal Nama, Tapi Energinya Terus Hidup
Banyak festival besar yang tumbang karena berbagai alasan. Tapi sedikit yang meninggalkan kesan sedalam Allo. The Panturas sadar betul akan hal ini. Dengan menyanyikan lagu untuk Gustiwiw di panggung mini yang simbolik, mereka menunjukkan bahwa festival bukan soal venue, tapi soal perasaan yang ditinggalkan.
Dan malam itu, perasaan itu terasa penuh. Hangat. Dan nyata.
Detail Konser Tribute “Panturas: Allo yang Abadi”
Elemen | Rincian |
---|---|
Lokasi | Venue alternatif, Bandung |
Jumlah Penonton | Sekitar 250 orang |
Format | Live intimate + sesi sharing komunitas |
Lagu pembuka | Sunshine |
Lagu penghormatan | “Gustiwiw, Kami Belum Selesai” |
Setlist lainnya | Gelora, Tabib, Fisherman’s Slut, Balada Naga |
Merchandise eksklusif | Kaos tribute bertuliskan “Gustiwiw Lives On” |
Komunitas Musik dan Kenangan yang Tidak Bisa Mati
Ruang Alternatif sebagai Medium Pengingat
Tanpa kehadiran festival besar seperti Allo, ruang alternatif jadi pilihan utama bagi band-band independen. The Panturas menunjukkan bahwa dengan komunitas yang kuat, tempat bukan masalah. Yang penting adalah koneksi dan cerita.
Konser malam itu bukan konser biasa. Ia jadi penanda bahwa komunitas musik masih hidup, bahkan ketika panggung-panggung besar sudah tutup.
Gustiwiw sebagai Simbol Cinta Tanpa Syarat
Kehadiran sosok seperti Gustiwiw dalam dunia musik adalah pengingat bahwa penggemar bisa menjadi bagian dari karya, bukan hanya penonton. Ia tak hanya hadir di barisan depan, tapi juga mengisi ruang-ruang sunyi yang tak bisa dijangkau oleh algoritma atau chart.
Bagi The Panturas, menyanyikan lagu untuk Gustiwiw bukan strategi. Itu adalah bentuk cinta. Dan cinta, dalam musik, selalu menemukan tempatnya untuk pulang.
Kenangan, Musik, dan Nama yang Tak Pernah Mati
The Panturas bernyanyi untuk Gustiwiw di panggung Allo Festival yang sudah tidak ada kalimat itu mungkin terdengar seperti fragmen cerita. Tapi bagi yang menyaksikan, itu adalah momen penuh makna.
Malam itu adalah bukti bahwa musik bukan hanya tentang popularitas, tapi tentang keberanian untuk mengingat dan memberi ruang bagi yang telah pergi.
Sebagai penulis musik yang tumbuh di tengah dunia festival dan panggung alternatif, saya bisa bilang:
“Gustiwiw, kamu mungkin sudah pergi, tapi kisahmu terus hidup lewat lagu yang tak pernah benar-benar selesai.”
Dan The Panturas? Mereka tidak hanya tampil. Mereka menyampaikan pesan bahwa musik yang jujur akan selalu menemukan jalannya bahkan ketika panggungnya sudah runtuh.